Catatan Akhir Kuliah

Mystery Of The Nile

Emansipasi Wanita, Awas “Kebablasan”

Posted by hafidzi pada 14 September 2006

Mengenang R.A. Kartini: Teladan Kaum Mudi Indonesia

Emansipasi wanita merupakan gagasan perjuangan R.A. Kartini dan para pemudi tempo dulu. Sampai kini, masih didengung oleh kaum mudi (baca: wanita) dalam memperjuangkan hak kesetaraan dengan kaum pria. Memang kehadiran wanita perlu diperhitungkan dalam kondisi apa pun di zaman modernsasi ini—terbebas dari belenggu ruang gerak sempit.

Dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, diterjemahan Armijn Pane (Balai Pustaka, 1982). Terdapat sebuah surat Kartini tertuju kepada Nn Zeehandelaar (6 November 1899): “Engkau bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal. Sangkamu tentu aku tinggal di dalam terungku atau serupa itu. Bukan. Stella, penjaraku rumah besar, berhalaman luas sekelilingnya, tetapi sekitar halaman itu ada tembok tinggi. Tembok inilah menjadi penjara kami. Bagaimana luasnya rumah dan pekarangan kami itu, bila senantiasa harus tinggal di sana sesak juga rasanya.”

Dalam surat diatas, Kartini menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa, dunianya hanya sebatas tembok rumah. Sebagai misal, Kartini saja hanya sampai usia 12 tahun diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School)—harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Gerakan emansipasi wanita telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan berarti kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Dewasa ini, tak dapat dinapikkan telah banyak kaum wanita dalam meniti karier, pendidikan bahkan jabatan melebihi kaum pria, memang sudah menjadi tuntutan zaman.

Seperti pada pemilu 2004 lalu keterwakilan wanita diperhitungkan, dengan mengacu pada Pasal 65 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 18 Februari 2003 “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”

Ketentuan dari UU diatas merupakan tindak lanjut dari konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), soal penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Selain itu, Uni Antar Parlemen (Inter Parliamentary Union) pada tahun 1997 di New Delhi mendeklarasikan “Hak politik perempuan harus dianggap sebagai satu kesatuan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, politik perempuan tidak dapat dipisahkan dari hak asasi manusia”.

Di satu sisi UU tersebut membawa kemajuan bagi perempuan untuk duduk di legislatif—selama ini merasa termarginalkan dari panggung politik. Di sisi lain, tuntutan kuota sama dengan melestarikan ketidakberdayaan. Sebuah ironi, meminjam istilah Abu Ridho—Ketua SIDIK Foundation—maksud hati kuota akan membawa pembebasan, tapi apa daya terperangkap oleh kuaota itu sendiri; pembatasan.

Emansipasi dan Degradasi Moralitas

Degradasi moralitas wanita terbuka lebar didepan mata, lantaran kesalahan dalan memahami konsep emansipasi. Berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi, beberapa waktu lalu terjadi perdebatan alot dan sangat menegangkan antara pro (dapat merusak moral terutama generasi muda) dan kontra (kebebasan berekspresi dan nilai seni) terhadap RUU APP (Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan pornoaksi).

UU tersebut, pada hakikatnya upaya melindungi kehormatan wanita selama ini dijadikan objek penjualan utama produk pornografi dan pornoakasi, mulai dari iklan-iklan terkadang setengah telanjang—maaf bahkan telanjang, ditambah lagi adegan-adegan mesum di televisi semua lebih di simbolkankan dengan perempuan. Praktik tersebut, tidak bisa digolongkan dengan emansipasi atau kebebasan tapi lebih “Kebablasan”. Padahal, emansipasi wanita oleh pemudi zaman klasik adalah membuang stigma kasar bahwa wanita hanya berkisar “Kasur, sumur dan dapur”. Paradigma ini, dapat membuat kaum wanita tertekan, tertindas bahkan merasa tak berguna.

Hemat penulis, untuk kembali meluruskan konsep “Emansipasi Wanita”, beberapa hal perlu di realisasikan. Pertama, memformat dan menyuara ulang konsep emansipasi wanita. Kekinian, secara umum kaum wanita Indonesia tidak memahami secara tuntas konsep emansipasi wanita. Bila salah dalam menafsirkan kebebasan, maka akan terjadi pengkhianatan terhadap konsep “Emansipasi wanita”.

Hari ini, perlu diwaspadai banyak wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi dalam dunia liberal dan terbebas dari ikatan kultural. Dengan dalil mendobrak streotip bias gender kaum feminis (baca: wanita) dengan mengusung gerakan emasipasi. Perlu diingat bahwa konsep emansipasi gagasan Kartini sangat bertolak belakang dengan konsep emansipasi kaum feminis.

“The end of the institution of marriage is a necessary condition for the liberation of women” (Declaration of Feminism, 1971). Dari deklarasi tersebut, kaum feminis menganggap institusi pernikahan sebagai The Frakenstein Monster (dalam film horor: sesosok mayat manusia dihidupkan kembali dan memiliki rupa menyeramkan, sadis, bahkan menjijikkan) harus diperangi demi kebebasan perempuan.

Selain itu, Robin Morgan, Editor Ms. Magazine (majalah kebangsaan kaum feminis), mengatakan bahwa pernikahan hanya akan menghambat kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan Sheila Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap pernikahan tak ubah sebagai praktik perbudakan terhadap perempuan.

Kedua, gerakan penyadaran sedini mungkin terhadap generasi muda akan hakikat emansipasi wanita. Sejak dini, kaum mudi sudah harus dikenalkan dan diberi penjelasan terhadap batasan-batasan kebebasan dan hak mutlak harus dimiliki wanita. Sehingga, cara ini akan mampu memfilter kaum mudi dari kebebasan tanpa arti sekaligus menyelamatkan kaum mudi dari pengaruh kebebasan “Kebablasan”.

Realita dewasa ini, mewartakan telah terjadi semacam pergeseran paradigma berpikir kaum mudi. Begitu pula dari segi penampilan, sebagai misal kebaya ciri khas pakain wanita Jawa dan baju kurung ciri khas pakain wanita Sumatra Barat ‘Minangkabau’, telah dijauhkan dan menjadi tak menarik bagi kaum mudi dengan alasan ketinggalan zaman—padahal, memberikan kesan sopan dan santun ala Indonesia.

Ketiga, menanamkan prinsip bahwa wanita tidak akan pernah sama dengan pria. Kesadaran wanita akan kodrat, akan mampu mengurangi resiko sebuah persaingan tanpa batas antara pria dan wanita dalam memenuhi peran dan menjalankan pelbagai aktivitas. Memang, sudah hukum alam peranan kaum perempuan tidak bisa disamakan dengan kaum pria.

R.A. Kartini dapat menjadi sosok teladan kaum mudi—khususnya dan wanita Indonesia umumnya, dalam memperjuangkan hak-hak wanita dipanggung kehidupan hingga mampu berperan lebih banyak. Sangatlah tepat ungkapan Anis Matta, Dalam buku “Biarlah Kuncupnya Mekar Menjadi Bunga”. Dalam artian, berikan kesempatan sama bagi wanita untuk belajar mengembangkan pengetahuan dan kemampuan.

R. Andriadi Achmad
Ketua Umum FKPIB (Forum Komunikasi Pemuda Islam Bengkulu)-Sumatera Barat 05/07

 

24 Tanggapan to “Emansipasi Wanita, Awas “Kebablasan””

  1. bank al said

    hmm, good point of view

  2. redwar said

    Masalah emansipasi kebablasan bisa iya bs jg ngga.

    http://aumkar.org/ —-> Emansipasi Menghina Kaum Perempuan

  3. dhitos said

    pernyataan:
    “…Sheila Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap pernikahan tak ubah sebagai praktik perbudakan terhadap perempuan.”
    Adalah sangat konyol dan tidak mungkin karena secara fungsi dan kodratnya laki-laki dan perempuan sudah memang berbeda kalau kaum feminis secara total menuntut kesamaan hak dengan laki-laki adalah sesuatu yang tidak mungkin.
    Didalam Islam sudah cukup menjelaskan kesamaan hak-2 perempuan dengan laki-2 didalam kehidupan sosialnya dimasyarakat hampir tidak ada bedanya.
    Karena, secara jelas dan tegas, Islam memang tidak pernah memandang rendah perempuan. Berbagai ayat Al Quran (3:195, 4:124, 16:97, 9:71-72, 33:35) secara tegas dan jelas memposisikan perempuan dan laki-laki secara setara dalam kewajiban mereka menegakkan nilai-nilai Islam, adanya sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua kesalahan mereka, serta adanya pahala yang sama untuk amal saleh mereka. Satu-satunya faktor yang membedakan perempuan dan laki-laki di hadapan Allah SWT adalah keimanan dan ketakwaan mereka masing-masing.
    Terus apa yang mau dituntut kaum feminisme tentang emansipasi???

  4. Dono said

    Ass.wr.wb,
    Hak wanita dan pria adalah sama.
    Mulailah dari sekarangan bertingkah laku demikian.
    Wanita dan pria diciptakan oleh satu Zat, yaitu Zat yg maha kuasa.Keduanya berhak untuk hidup dan beriman pada penciptaNya.
    Amin.
    Wassalam.

  5. ass…
    menurut saya, saat ini banyak perempuan yang otaknya keblinger ngak karuan. banyak kaum perempuan yang mencoba meneriakkan emansipasi perempuan. namun sayang, mereka terlalu jauh melangkah. dan dalam meneriakkan emansipasi perempuan mereka tidak berpegang pada Qur’an dan Sunnah. akibatnya lahirlah kaum-kaum feminis yang salah arah. padahal kurta ketahui bersama kalau, agama islam sangat menjungjung tinggi harkat dan martabat wanita. jadi kalau boleh memberikan saran kepada kaum feminis yang kelinger itu. cobalah menggunakan gunakan qur’an dan sunnah dalam meneriakkan emansipasi peremuan.
    terima kasih
    wassalam

  6. hm…..emansipasi wanita?????apa-apaan sih…aku aja yang perempuan gak terlalu paham dengan emansipasi wanita yg notabebe di deklarasikan oleh kaum hawa yg berada di barat…menurutku aneh…bukan kah masalah emansipasi wanita di tiap tempat akan berbeda2 sesuai dengan kultur di daerah tsb… terlepas dari kultur adat kita kan punya agama yg sudah mengatur kehidupan laki2 dan perempuan dg sebaik mungkin ..yah tinggal kitanya aja mau belajar ke arah yg lebih baik gak…klo gak ya udah telan aja mentah2 kampanye gender dan jadilah perempuan indonesia korban kampanye gender di dunia…soo sad…

  7. steffi said

    Saya benar-benar tertarik dengan toipk ini dan saya angkat menjadi tema karya tulis saya. Jika ada yang mengetahui buku-buku apa saja yang bisa membantu saya dalam penulisan, bisa tolong memberitahu saya via forum ini, thanks..

  8. serapyon said

    yep bner juga…

    klo menrutQ sebagai cwek, emansipasi itu brarti wanita bebas berpendapat , dan berkarya dan diperlakukan sama seperti pria, tapi tidak perlu menyalahi kodrat dan tetap berpegang pada hukum dan adat yang ada..klo masalah legislatif bagiQ wanita boleh aja turut serta, kn itu hak asasi manusia, ga wanita ga pria boleh aja..lagian blum tentu pria selalu lebih unggul dalam berpikir dan memimpin suatu negara daripada wanita…

    trs masalah pernikahan itu perbudakan trhadap wanita kok kesannya ga nyambung amat ya??!!!bukankah kita diciptakan untuk saling melengkapi dan berbagi dengan pria…

    lagian klo dalam pernikahan kn malah menunjukkan bahwa kita dihargai sebagai wanita, kita mendapat kasih sayang dari suami kita…

    so tegakkan emansipasi yang sehat!

  9. yosi veb said

    mudah2an dalam waktu sesingkatnya emansipasi mati, mati, dan mati, sehingga ketentraman,keamanan ,dan kedamaian dunia dapat terwujud,wahai umat manusia, bangunlah, berpikirlah, dan merenunglah, tidakkah kalian sadar…. EMANSIPASI adalah sesuatu yang maha kejam, maha jahat , dari segala apa yang paling jahat dan buruk…semoga kartini menyesali dengan penyesalan yang mendalam…tindakannya lebih kejam daripada hitler, musolini, dan orang2 terkejam lainnya di dunia

  10. nice posting.. 🙂

  11. sera anyda said

    menjadi wanita memang sangat sulit,,
    saya sangat mendukung emansipasi,tetapi bukan untuk benar2 menyetarakan kedudukan wanita dan pria benar2 sejajar,,
    tetapi bagaimana emansipasi tersebut dalam islam??

    • hanifah said

      emansipasi wanita dalam islam tidak ada karena alah sendiri di dalam al-quran sudah meninggikan kedudukan dan derajat para wanita.satu diantara buktinya allah menurunkan 1 surat yang membahas total tentang kemuliaan perempuan yaitu surat an-nisa. didalamya lengkap sudah bagaimana wanita harus bertindak, berfkir dan bersikap. jadi bagi para wanita sudah diberikan panduan untuk menjalani kehidupan in. bahkan di QS (53:3-4)allah sudah langsung mengakui wanita itu indah/elok/estetis, jadi kenapa masih sibuk cari pengakuan dari orang banyak atau publik?tidak cukupkah allah yang melegitimasi kedudukan wanita/perempuan?
      selai itu hak dan kewajiban perempuan juga sama antara perempua dan juga lai-laki seperti hak mendapat kebenaran/hudan dari allah(QS 74:52) dan sama-sama dapat pebelaan dari allah jika beriman kepada allah(). perbedaan yang mendasar antara laki-laki dan perempuan di mata allah adalah keimanan dan fungsi secara biologis, buka QS (93:2)disitu allah mengatakan secare fisiolgi (fisik /kelamin)ada perbedaan sa’a(usaha) antara rijal(lai-laki)dan nisa’. usaha wanita ibu(umm), kerjanya ngurus anak dan generasi penerus dan usaha laki-laki ayah(abi), kerjanya memenuhi nafkah istri lahir dan batin,juga memberikan pengajaran yang islam terhadap keluarganya.
      so, berjalanlah sesuai fungsi kita masing-masing
      semua sudah ada rambu-rambu dan jalurnya.
      yang benar dari allah dan yang salah dari keinsanan saya dan syaitho yang terkutuk.

  12. Pualayuka said

    Emansipasi wanita,,,saya stuju dan menddukung emansipasi tapi kalau sudah berbau feminisme itu saya ga setuju. Emanasipasi itu menuntut kami para wanita di beri kesempatan untuk bersuara, untuk terdidik, untuk mengembangkan karunia yg di berikan allah.

    Perempuan dan laki2 itu ga akan bisa disamakan menjadi satu bentuk yg sama karena perempuan dan laki2 itu adalah dua bentuk bebeda dan saling melengkapi, saling membangun, saling mengisi, saling menetramkan.

  13. asrizal said

    saya tertarik dengan tulisan anda…mari kita menghargai sosok wanita yang begitu banyak perjuangan dan kemajuan dalam menjalani kehidupan.

  14. muchlis said

    andai R.A. Kartini masih hidup mungkin beliau menangis melihat kenyataan emansipasi wanita yg berlaku sekarang ini, pasalnya emansipasi yg berlaku skrg hanya menuntut kesamaan hak tetapi mengabaikan kwajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu. sungguh wanita adalah mahluk Allah SWT yg amat mulia sehingga janganlah melecehkan diri dg berdalih emansipasi dlm arti sempit

  15. aswin said

    nice web, nice spoken..thx all..

  16. […] Comment! Mengenang R.A. Kartini: Teladan Kaum Mudi Indonesia Emansipasi wanita merupakan gagasan perjuangan R.A. Kartini dan para pemudi tempo dulu. Sampai kini, masih didengung oleh kaum mudi (baca: wanita) dalam memperjuangkan hak kesetaraan dengan kaum pria. Memang kehadiran wanita perlu diperhitungkan dalam kondisi apa pun di zaman modernsasi ini—terbebas dari belenggu ruang gerak sempit. Dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, diterjemahan Armijn Pa … Read More […]

  17. chuze said

    asslamu’alykum
    good article,..
    ijin co-past ya..
    trims..
    wassalam.

  18. awandragon said

    Menjadi wanita, sangat susah dan juga senang. Saya bangga dengan adanya wanita

  19. M. Arfi Mustakim said

    Saya membaca semua komentar diatas, dan ada beberapa komentar yang sesuai dengan naskah cerita yang tengah saya buat untuk dijadikan dialog, oleh karena itu kepada semuanya saya meminta izin untuk Copy-Paste dan saya gunakan dalam cerita saya. Mohon Maaf dan Terimakasih

  20. Aini said

    assalamu’alaikum….
    Setuju banget deh sama mas.nya,,,, artikelnya bermanfaat skali,,,terutama bwt kaum perempuan,, kaum calon ibu,, agar menjadi madrasah terbaik bagi anak-anaknya kelak….
    izin copy paste ya… thank’s a lot

  21. makasih gan tentang infonya semoga selalu bertambah sukses

  22. togel said

    makasih gan buat infonya dan salam kenal

Tinggalkan komentar